Tuesday, January 11, 2011

SEAtrip Day 9: Grand Palace and Leaving Bangkok

Pagi ini saya bangun jam 7 pagi, niatnya mau ke Grand Palace pagi hari supaya masih tidak terlalu ramai. Saya mengatakan pada pemilik penginapan bahwa saya akan check out hari ini jam 11 siang. Sebelumnya saya menyempatkan diri untuk mampir ke warnet, memberi kabar dan mengecek email.

Jam 8 pagi saya memulai perjalanan menuju Grand Palace. Dari Khao San saya berbelok kiri menyusuri jalan, kemudian menyebrang ke arah Sanam Luang. Taman ini sedang ditutup, nampaknya ada renovasi entah apa. Konon di taman ini sering ada kejadian di mana kita didekati oleh ibu-ibu yang membawa sekantung makanan burung, dan memaksa untuk dibeli. Kalau tidak dibeli, kita akan diteriaki dan dimaki-maki.

Di beberapa taman kecil di seberang Sanam Luang, saya melihat memang ada beberapa ibu-ibu membawa makanan burung, mungkin mereka yang dimaksud. Mereka terlihat menghampiri beberapa wisatawat kulit putih. Saya? Muka lokal, je. Selamet :D

Setelah berjalan selama kurang lebih setengah jam, akhirnya saya tiba di Grand Palace. Gak akan nyasar kok. Dari jauh sudah kelihatan atap dan sebagian bangunannya. Besar dan  megah sekali.

Biaya masuk Grand Palace untuk wisatawan adalah THB 350. Lumayan mahal. Sekitar Rp 100ribuan. Saat saya berbelok ke arah loket tiket hendak membeli tiket, tiba-tiba ada petugas yang mengisyaratkan saya untuk langsung ke arah pintu masuk. Dia mengatakan sesuatu dalam bahasa Thailand yang saya gak ngerti, tapi saya nurut aja sih.

Dan ternyata... masuk ke Grand Place buat orang Thailand tidak dikenakan biaya, alias gratis. Sebagai pemilik muka lokal, tentu saja saya dianggap orang Thailand dan bisa masuk gratis saat itu :)

Dan komplek Grand Palace itu ya... besar dan megah banget! Detil-detil ukiran dan hiasannya bener-bener bikin saya bengong. Belum lagi kilau lapisan emasnya. Butuh waktu setidaknya satu jam untuk bisa mengelilinginya secara utuh dan teliti. Saya menghabiskan sekitar dua jam di sana. Sekitar jam sebelas saya melangkah kembali menuju Khao San. Sebelum kembali ke penginapan saya menyempatkan diri untuk mampir ke Wat Chanasongkram.

Kembali ke penginapan di Khao San untuk bersiap check out. Sebelumnya saya mampir ke tempat laundry untuk mengambil cucian saya. Tepat jam dua belas saya sudah berjalan lagi ke arah Phra Athit Pier untuk menumpangi boat biasa seharga THB 14 menuju Central Pier. Dari Central Pier saya naik BTS ke Sala Daeng Station dan berganti dengan MRT ke Hua Lamphong Stastion. Di sana saya menitipkan ransel saya di bagian Left Luggage di pojok belakang stasiun, dekat tangga naik menuju warnet. Biaya penitipan seharga THB 30. Berhubung kereta saya masih sekitar jam 18.45 dan saat itu masih jam 14.00, saya memutuskan untuk kembali menumpang MRT, kali ini menuju Lumphinee Park. Di hari pertama saya ke Bangkok hanya sempat berada di ta,man ini selama setengah jam, kali ini saya mau muas-muasin :D

Saya turun di Lumphinee Station dan menyebrangi jalan menuju Lumphinee Park. Soal nyebrang jalan, di Bangkok sama aja dengan jakarta dan Bandung, bisa nyebrang jalan nyaris di manapun gak mesti di jembatan penyebrangan atau zebra cross.

Karena bukan weekend, Lumphinee terlihat lumayan sepi. Ini taman luas banget dan lumayan lengkap. Ada peralatan gym dan taman bermain anak-anak. Setelah berkeliling sebentra, saya memutuskan untuk duduk di salah satu kursi besi menghadap danau. Suasana tenang, angin sepoi, dan gemericik air memang paling top buat dipakai santai.... atau tidur :D Saya? Tidur dong ah. Lumayan deep sleep 10 menit saja, bangun2 badan berasa lebih segar. Sisa waktu saya habiskan dengan membaca buku Lonely Planet edisi lama yang saya beli di Khao San seharga THB 200.

Jam 5 sore saya kembali menuju Lumphinee Station untuk menaiki MRT kembali ke Hua Lamphong. Ketika memasuki stasiun kereta utama di Bangkok ini, kerasa banget suasana internasionalnya. Bule bertebaran di mana-mana. Sebagian duduk, sebagian berdiri, sebagian tidur-tiduran di lantai berbaur dengan warga lokal. Waiting hallnya luas sekali, dan sebagian orang yang tidak kebagian tempat duduk memilih untuk ngegelosor di lantai. Saya sih paling demen gelosoran begini (di KL Sentral ngegelosor seharian sampai diusir petugas). Hua Lamphong juga dilengkapi dengan shower dan toilet. Toiletnya banyak, jadi gak perlu ngantri lama. Showernya belum saya cobain. Mungkin nanti pada perjalanan pulang saya cobain ah. Agak terobsesi sama shower di stasiun XD

Di kanan dan kiri pintu masuk menuju jalur kereta ada papan elektronik besar yang menunjukkan kereta tujuan kita ada di jalur mana, atau kereta yang kita tunggu akan tiba jam berapa (dan berapa lama telatnya, kalau telat), jadi gak perlu kuatir ketinggalan atau salah kereta.

Petugas dengan sigap akan menghampiri dan membantu kita bila kita terlihat bingung atau tinggal samper aja, mereka dengan penuh senyum akan membantu. Yang unik adalah, setiap jam 8 pagi dan jam 6 sore semua orang akan menghentikan kegiatannya dan berdiri dengan khidmat sambil mendengarkan lagu kebangsaan diputar. Petugas2 berseragam tentara akan memberikan tanda hormat.

Jam 18.30 saya menghampiri peron 11 tempat kereta saya menuju Nong Khai, sambil cari-cari turis buat teman berbagi kendaraan menuju perbatasan. Di peron saya bertemu Jenny. Jenny dalam perjalanan ke Laos menuju kedutaan Thailand untuk memperpanjang visanya. Kami janjian untuk bertemu lagi saat turun di Nong Khai dan berbagi taksi ke Friendship Bridge. Sementara di atas kereta saya bertemu James dari Jerman yang juga menuju Vientiane. Nah udah dapet dua orang buat berbagi taksi :D

Perjalanan menuju Nong Khai lumayan lancar. AC keretanya maaaaaaaak! DINGIN BANGET!

Ada satu kejadian yang menurut saya gak menyenangkan di kereta. Tiga orang bule muda, cowok, mungkin usia 19-20an tahun dengan hanya memakai kaos dan celana pendek duduk dengan mengangkat kaki ke kursi di depan mereka. Ditambah di sebelah mereka duduk seorang biarawan berusia cukup sepuh. Menurut kebudayaan Thailand (atau mungkin Buddhism pada umumnya), tidak boleh mengangkat kaki di sebelah biarawan. Sementara tiga bule muda itu cuek, bahkan pura-pura tidur pulas (atau demikian perkiraan saya, soalnya tidurnya kok keliatan dibuat-buat gitu. masa iya dipanggil dan dicolek gak bangun). Untungnya (sayangnya?) biarawan tersebut tidak merasa terganggu, sehingga petugas kereta tidak melanjutkan permasalahan. Tapi sejak itu kelihatannya tiga bule tersebut tidak mendapatkan perlakuan baik sama sekali dari petugas kereta api. Mulai dari selimut yang semi dilempar ke pangkuan mereka, hingga petugas yang berlalu begitu saja saat mereka panggil untuk menanyakan sesuatu.

Yang saya sayangkan dari para pelancong barat ini, mereka sepertinya lupa (atau tidak diajarkan) untuk menyesuaikan diri dengan tata krama dan adat istiadat lokal ke mana pun mereka berkunjung. Mereka bertindak bahwa mereka telah membantu banyak kepada negara-negara di Asia karena mereka datang ke sini sebagai turis dan menghabiskan uang mereka di sini. Tentu saja asumsi saya ini tidak berlaku untuk SEMUA pelancong barat, tapi setidaknya sebagian besar yang saya lihat selama perjalanan yang baru beberapa hari ini ya begitu.

Karena perjalanan memakan waktu sekitar 15 jam, saya memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan tidur. Ya gak ada yang diliat juga, gelap begitu :D